Alhamdulillah tanggapan dari al-Ustadz Luqman Ba’abduh (narasumber pemberitaan tentang Radiorodja kepada Syaikh Robi’) akhirnya keluar juga. Bahkan telah ada empat artikel yang ia keluarkan. Inti dari empat artikel tersebut hanyalah sebagai muqoddimah tentang kritikan saya terhadap Syaikh Robi. Karena kritikan saya kepada syaikh Robi’ bahwasanya beliau adalah syaikh yang mutasyaddid, dan beliau Syaikh Robi’ salah dalam manhaj dengan kesalahan yang sangat berbahaya yang mengakibatkan praktek tahdzir dan tabdi’ yang membabi buta. Kedua kesalahan manhaj syaikh Robi’ tersebut adalah :
Pertama : Wajib membenci ahlul bid’ah secara total (100 persen). Dan ini adalah kesalahan yang juga berkaitan dengan permasalahan aqida, dan ini adalah aqidahnya kaum khowarij
Kedua : Menghajr ahlul bid’ah tidak perlu menimbang kemaslahatan, karena demikianlah praktek para salaf. Dan pernyataan Syaikh Robi’ ini adalah merupakan kedustaan terhadap salaf (silahkan baca kembali artikel “Ada Apa Dengan Radio Rodja & Rodja TV (bag 4)? – Manhaj Syaikh Rabî’ dalam Timbangan Manhaj Para Ulama Kibâr”)
Sehingga dua manhaj menyimpang ini mengakibatkan saya menyatakan bahwa Syaikh Robii’ mutasyaddid dan telah menyelisihi manhaj para ulama kibar dan juga manhaj yang dicanangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Dan saya menyatakan bahwasanya kalau kita mau “jujur” kenyataan menunjukkan bahwa praktek tahdzir dan hajr ‘ala Syaikh Robi’ tidak pernah dilakukan oleh para ulama Kibar semisal Syaikh Bin Baaz, Ibnu al-‘Utsaimin, dan Al-Albani. Silahkan menelaah buku-buku mereka yang begitu banyak, tidak akan ditemukan gaya mentahdzir dan menghajr ‘ala Syaikh Robii’. Ini kenyataan pahit yang tidak bisa dipungkiri bagi orang yang jujur dan adil dalam memandang dan menilai. Bagaimanapun al-Ustadz Luqman berusaha, toh kenyataan tetap menyatakan manhaj Syaikh Robi’ lain sendiri !!!
Fitnah Jama’ah Tahdzir hanyalah membesar setelah meninggalnya para ulama kibar tersebut. Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata :
فقبل سنوات قليلة ,وبعد وفاة شيخنا الجليل شيخ الإسلام عبد العزيز بن عبد الله بن باز سنة (1420هـ), ووفاة الشيخ العلامة محمد بن صالح بن عثيمين سنة (1421هـ)رحمهما الله , حصل انقسام وافتراق بين بعض أهل السنة ,نتج عن قيام بعضهم بتتبع أخطاء بعض إخوانهم من أهل السنة , ثم التحذير منهم , وقابل الذين خطؤوهم كلامهم بمثله ,وساعد انتشار فتنة هذا الانقسام سهولة الوصول إلى هذه التخطئات والتحذيرات وما يقابلها , عن طريق شبكة المعلومات الانترنت
“Beberapa tahun yang silam dan setelah wafatnya Syaikh kami yang mulia Syaikhul Islam Abdul Aziz bin Baaz pada tahun 1420 H, dan wafatnya Asy-Syaikh Al-‘Alaamah Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin pada tahun 1421 H semoga Allah merahmati mereka berdua, maka munculah perpecahan diantara sebagian ahlus sunnah, yang merupakan akibat dari kesibukan sebagian mereka yang mencari-cari kesalahan sebagaian saudara-saudara mereka, lalu disusul dengan mentahdzir mereka. Lalu mereka yang disalahkan membalas dengan semisalnya. Dan proses tersebarnya fitnah perpecahan ini mudahnya mendapatkan kesalahan-kesalahan dan tahdziran-tahdziran dan balasannya melalui internet” (Muqoddimah kitab Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah)
Tentunya hal ini saya tulis untuk mengingatkan kembali saudara-saudaraku yang berada dalam barisan “Jama’ah Tahdzir” agar tidak mengkultuskan Syaikh Robi’.
Sungguh sangat menyedihkan… kita telah meninggalkan berbagai macam manhaj yang menyimpang karena lari dari taqlid akan tetapi ternyata sebagian kita telah terjerumus dalam taqlid dalam bentuk yang lain. Terima atau tidak terima ternyata kondisi sebagian kita menyatakan bahwa syaikih Robi’ maksum, tidak boleh dan tidak mungkin salah. Barang siapa yang menyatakan beliau salah maka langsung divonis sebagai pengikut hawa nafsu, atau orang jahil, atau mubtadi’.
Tadinya saya berharap al-Ustadz Luqman membantah kritikan saya terhadap Syaikh Robi’ dengan bantahan yang ilmiyah, dan itu yang sangat saya harapkan. Karena jika ternyata manhaj syaikh Robi’ adalah yang benar dan manhaj para ulama kibar dan manhaj Ibnu Taimiyyah yang salah maka sangat mudah bagi saya untuk meninggalkan Ibnu Taimiyyah dan para ulama kibar, lalu saya mengikuti manhaj Syaikh Robi’.
Bukankah tatkala Syaikh Robi’ menyatakan Ibnu Taimiyyah keliru lantas para pengikutnya segera mengaminkannya dan mudah meninggalkan manhaj Ibnu Taimiyyah yang dianggap keliru??, Maka jika ternyata manhaj Syaikh Robii’ keliru tentunya lebih mudah lagi untuk ditinggalkan !!
Akan tetapi kenyataannya tulisan al-Ustadz Luqman Ba’abduh intinya hanya menampilkan pujian para ulama kepada Syaikh Robi’ yang tujuannya adalah untuk menyatakan bahwa Firanda yang telah mengkiritik Syaikh Robi’ adalah pengekor hawa nafsu, atau jahil, atau mubtadi’ !!!
Seorang salafy yang awam pun mengetahui dan memahami, bahwasanya bagaimanapun pujian para ulama terhadap Syaikh Robi’ tidak akan mengangkat derajat beliau menjadi seorang yang maksum. Seperti Syaikh Al-Albani yang telah memuji syaikh Robi’, beliau pulalah yang telah mengkritik syaikh Robi’ dan menyatakan Syaikh Robi’ mutasyaddid ??!!
Jika Syaikh Robi’ maksum tentunya kita sudah akan menilai al-Ustadz Luqman sebagai mubtadi??. Bukankah al-Ustadz Luqman pernah ditahdzir oleh para ulamanya (diantara ulama tersebut adalah Syaikh Robii’ sendiri, silahkan dengar penuturan Al-Ustadz Dzuqlronain di https://app.box.com/s/10bguxeaoyxx6mnojm8c )??
atau di sini:
Dzulqornain-dahulu-dan-kini.mp3
Perihal Pujian Syaikh Al-Albani terhadap Syaikh Robi’
Adapun perkataan Syaikh Al-Albani bahwa Syaikh Robii’ adalah “Pembawa Bendera al-Jarh wa at-Ta’dil”, maka –sebagaimana telah lalu- tidaklah otomatis menjadikan Syaikh Robi’ sebagai orang yang maksum. Hanya orang bodoh saja yang memahami demikian. Perhatikan poin-poin berikut ini :
Pertama : Syaikh Al-Albani banyak memuji para ulama atau da’i ahlus sunnah. Diantaranya adalah pujian Al-Albani terhadap Syaikh Adnan Arur dan Syaikh Ali Hasan (yang ditahdzir dan dinyatakan sebagai mubtadi’ oleh Syaikh Robi’ al-Madkholi). Ternyata pujian Syaikh Al-Albani terhadap Adnan ‘Ar’uur dan Ali Hasan tidak menjadikan keduanya maksum, maka demikian pula pujian Syaikh Al-Albani terhadap Robi’ Al-Madkholi !!!
Syaikh Al-Albani ditanya : “Syaikh ‘Adnan ‘Ar’ur Abu Hazim dikatakan bahwa ia seorang mubtadi’ dan hizbi, dan ditahdzir serta dipermalukan di hadapan umum. Karena Anda (Syaikh Al-Albani) memiliki hubungan yang kuat dengan beliau, maka apakah Anda mengetahui bahwa ia tidak berjalan di atas manhaj salaf sehingga kita berlepas diri darinya dan mentahdzirnya?”
Syaikh Al-Albani rahimahullah menjawab :
نحذِّركم من أن تتبرؤوا منه، فيما علمتُ هو معنا على الدرب مُنْذُ كان أو كنا في سوريا، هو لا يزال معنا إن شاء الله إلى آخر الرمق من حياتنا جميعنا، فهو شاب متحمس وسلفي، وعنده نسبة معينة من العلم والفقه في الكتاب والسنة، ولا نزكي على الله أحدا، ولكن التبرؤ منه تبرؤ من دعوته الحق وهذا لا يجوز
“Aku mentahdzir kaliar dari sikap berbaro’ (berlepas diri) darinya. Yang aku ketahui ia (Adnan ‘Ar’ur) berada di atas jalan (manhaj salaf) semenjak ia atau semenjak kami di Suria, dan dia senantiasa akan terus bersama kami insya Allah hingga nafas terakhir dari kehidupan kita semuanya. Ia adalah seorang pemuda yang semangat dan salafy, dan ia memiliki jumlah tertentu dari ilmu dan fikih pada Al-Kitab dan As-Sunnah. Dan kami tidak mendahului Allah dalam mentazkiyah seseorang. Akan tetapi sikap baroo’ darinya adalah sikap berbaroo’ dari dakwahnya yang hak (benar), dan hal ini tidak diperbolehkan” (silahkan lihat http://www.youtube.com/watch?v=di3R9AXBx74)
Perhatikanlah tazkiyah yang luar biasa ini dari syaikh Al-Albani terhadap Syaikh Adnan ‘Ar’ur. Bahkan syaikh mentazkiyah beliau dan menyatakan inysa Allah Adnan ‘Ar’ur akan tetapi diatas manhaj salaf hingga akhir hayat kita seluruhnya.
Ini adalah tazkiyah yang bisa dikatakan lebih hebat dari tazkiyah beliau kepada Syaikh Robii’ berdasarkan hal-hal berikut :
– Syaikh Al-Albani hanya menyatakan bahwa Syaikh Robi’ pembawa bendera al-Jarh wa at-Ta’dil di zaman ini, dan tidak mentazkiyah Syaikh Robi’ hingga akhir hayat kita semua
– Syaikh Al-Albani meskipun mentazkiyah Syaikh Robi’ akan tetapi beliau jugalah yang mengkritik Syaikh Robi’ karena sikap tasyaddud nya Syaikh Robii’.
– Bahkan Syaikh Al-Albani mentahdzir orang yang mentahdzir Syaikh ‘Adnan ‘Ar’ur, yang hal ini tidak diucapkan oleh Syaikh Al-Albani terhadap Syaikh Robi’.
Ternyata tazkiyah Syaikh Al-Albani ini tidak ada nilainya sama sekali dihadapan para jama’ah tahdzir. Buktinya mereka tetap mentabdi’ dan mentahdzir Syaikh ‘Adnan ‘Ar’ur. Syaikh Robi’ sendiri telah menuduh Syaikh ‘Adnan ‘Ar’ur menyeru kepada kekufuran yaitu persatuan seluruh agama. Silahkan baca (http://www.rabee.net/show_book.aspx?pid=3&bid=310&gid=). Bukankah hal ini berarti Syaikh Robi’ patut untuk ditahdzir sebagaimana washiat Syaikh Al-Albani untuk mentahdzir orang yang mentahdzir Adnan ‘Ar’ur??. Lantas jika benar Syaikh Adnan ‘Ar’uur menyeru kepada persatuan agama tentunya ia bukan lagi sekedar mubtadi’ tapi adalah seorang yang kafir. Lantas kenapa Syaikh Robi’ masih ragu dalam mengkafirkan Adnan ‘Ar’uur??.
Tentunya Syaikh ‘Adanan ‘Ar’uur dikritik oleh para ulama, yang hal ini menunjukan bahwa tazkiyah Syaikh Al-Albani terhadap seseorang bukanlah harga mati yang menjadikan orang tersebut maksum dan tidak boleh dikritik lagi !!!
Demikian pula Syaikh Al-Albani rahimahullah telah memuji Syaikh Ali Hasan Al-Halabi dengan banyak pujian (silahkan lihat http://www.alhalaby.com/play.php?catsmktba=1127, demikian juga http://www.youtube.com/watch?v=NGdoJVKRAOs), lalu sekarang Asy-Syaikh Robii’ al-Madkholi menuduh Syaikh Ali Al-Halabi menyeru kepada persatuan agama (wihdatul adyaan). Sungguh tragis nasib Syaikh Ali ini dimata Syaikh Robii’. Ali Hasan yang banyak dipuji oleh Syaikh Al-Albani, yang telah menulis kitab ‘Ilmu ‘Ushuul Al-Bida’, yang telah berjihad membantah para takfiriyin dan para tukang bom, ternyata di mata Syaikh Robii’ Ali Hasan dianggap menyeru kepada kekufuran (persatuan agama). Adapun pengingkaran Syaikh Ali Hasan terhadap tuduhan ini tidak pernah diterima, meskipun ternyata Syaikh Ali Hasan sejak 20 tahun yang lalu telah membantah pemikiran wihdatul Adyaan (lihat di http://abunamira.wordpress.com/2012/09/17/syaikh-ali-hasan-al-halabi-pengibar-panji-sunnah-abad-ini/)
Jika di mata Syaikh Robii’ bahwa Syaikh Ali Hasan telah menyeru kepada kekufuran (persatuan agama/wihdatul adyaan) maka seharusnya Syaikh Robii’ tidak perlu ragu lagi untuk mengkafirkan Syaikh Ali Hasan?? Apa gerangan yang menghalangi Syaikh Robii’ untuk mengkafirkan Syaikh Ali Hasan??.
Kedua : Syaikh Al-Albani yang telah memuji Syaikh Robii’, beliau pulalah yang telah menyatakan bahwa Syaikh Robii’ mutasyaddid. (lihat kembali artikel Ada Apa Dengan Radio Rodja & Rodja TV (bag 4)? – Manhaj Syaikh Rabî’ dalam Timbangan Manhaj Para Ulama Kibâr”)
Ketiga : Jika Syaikh Al-Albani memuji maka pujian beliau hanyalah pujian mujmal. Dan tentunya kaidah yang selalu didengang-dengungkan oleh sebagian orang bahwa “Al-Jarh al-Mufassar muqoddam ‘alaa at-ta’diil al-‘aam”. Ternyata ada jarh mufassar terhadap Syaikh Robi’ yang diketahui oleh para ulama yang mengkritik Syaikh Robii’.
Keempat : Yang menunjukkan bahwa jarh Syaikh Robi’ tidaklah selalu diterima adalah sikap Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad yang tidak menerima jarh Syaikh Robi Al-Madkholi terhadap Syaikh Ali Hasan, Syaikh Abul Hasan, Syaikh Al-Maghrawi, dll. Padahal jarh Syaikh Robi’ adalah jarh yang mufassar !!
Kelima : Tazkiyah Syaikh Al-Albani kepada Syaikh Robii Al-Madkholi adalah berdasarkan buku-buku Syaikh Robii’ yang telah sampai kepada Syaikh Al-Albani. Pada saat ini Syaikh Robi telah menulis buku-buku yang bermanfaat dalam membantah ahlul bid’ah –meskipun syaikh Albani tidak setuju dengan sikap syiddah/kasar yang ada pada metode Syaikh Robii’-. Adapun kondisi Syaikh Robii’ sekarang telah berubah, kebanyakan kegiatan beliau adalah mengkritik, mentahdzir, dan mentabdi’ sesama Ahlus Sunnah.
Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad berkata tentang Syaikh Robii’ ;
الشيخ ربيع من المشتغلين بالعلم في هذا الزمان، وله جهود جيدة وعظيمة في الاشتغال بالسنة، وكذلك التأليف، فله تآليف جيدة وعظيمة ومفيدة؛ ولكنه في الآونة الأخيرة انشغل بأمور ما كان ينبغي له أن ينشغل بها، وكان ينبغي له أن يشتغل بما كان عليه أولاً من الجد والاجتهاد في الكتابة المفيدة، وفي الآونة الأخيرة حصل منه بعض أمور لا نوافقه عليها، ونسأل الله عز وجل أن يوفقنا وإياه لكل خير، وأن يوفق الجميع لما تحمد عاقبته. وأنا لا أطعن فيه، ولا أحذر منه، وأقول: إنه من العلماء المتمكنين، ولو اشتغل بالعلم وجد فيه لأفاد كثيراً، وقبل مدة كانت جهوده أعظم من جهوده في الوقت الحاضر، فأنا أعتبر الشيخ ربيعاً من العلماء الذين يسمع إليهم، وفائدتهم كبيرة؛ ولكن كل يؤخذ من قوله ويرد، وليس أحد بمعصوم، ونحن نخالفه في بعض الأمور التي حصلت لا سيما في هذا الزمان مما حصل من الفتنة التي انتشرت وعمت، وصار طلاب العلم يتهاجرون ويتنازعون ويتخاصمون بسبب ما جرى بينه وبين غيره، حيث انقسم الناس إلى قسمين، وعمت الفتنة وطمت، وكان عليه وعلى غيره أن يتركوا الاستمرار في هذا الذي حصلت به الفتنة، وأن يشتغل الكل بالعلم النافع دون هذا الذي حصل به التفرق والتشتت
“Syaikh Robi’ termasuk orang-orang yang sibuk dengan ilmu di zaman ini, dan beliau memiliki jasa yang baik dan besar dalam hal kesibukan beliau dengan sunnah, demikian pula tulisan-tulisan yang baik, agung, dan bermanfaat. Akan tetapi di masa-masa terakhir ini ia tersibukan dengan perkara-perkara yang tidak selayaknya ia tersibukan dengan perkara-perkara tersebut. Seyogyanya ia sibuk kembali kepada kesibukannya dahulu berupa kesungguhan dan ijtihad dalam penulisan yang bermanfaat. Di masa-masa terakhir muncul darinya beberapa perkara yang kami tidak setuju dengannya, dan kami berharap Allah memberikan taufiq kepada kami dan kepadanya kepada seluruh kebaikan, dan juga memberi taufiq kepada parkara yang indah kesudahannya. Aku tidak mencelanya dan tidak pula mentahdzirnya, dan aku berkata : Syaikh Robi’ termasuk ulama yang mutamakkin, kalau seandainya ia menyibukan diri dengan ilmu dan bersungguh-sungguh maka ia akan memberikan manfaat yang besar. Beberapa waktu yang lalu usaha/jasa beliau lebih besar daripada sekarang. Aku menganggap Syaikh Robi’ termasuk ulama yang didengar dan faedah para ulama tersebut besar, akan tetapi semua orang diambil perkataannya dan ditolak, tidak ada seorang ulamapun yang maksum. Kami menyelisihi beliau dalam beberapa perkara yang telah terjadi, terlebih lagi di zaman ini yang menimbulkan fitnah yang tersebar dan beredar. Maka jadilah para penuntut ilmu saling menghajr dan saling berselisih dan bermusuhan dikarenakan perselsisihan yang terjadi antara Syaikh Robi’ dengan selain beliau. Sehingga terpecalah oring-orang menjadi dua kubu, dan fitnah tersebar dan besar. Seharusnya ia dan yang lainnya hendaknya meninggalkan sikap terus menerus pada perkara ini yang menimbulkan fitnah, dan hendaknya semuanya sibuk dengan ilmu yang bermanfaat bukan sibuk dengan perkara yang menimbulkan perpecahan dan percerai-beraian”
(silahkan lihat http://www.youtube.com/watch?v=jy4ooTR8hyE)
Pernyataan Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad ini muncul diawal-awal fitnah perselisihan antara Syaikh Robi’ dan Syaikh Abul Hasan. Lalu tidak lama kemudian Syaikh Abdul Muhsin menulis buku beliau “Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah” dan kitab “Al-Hats Ala al-ittibaa As-Sunnah”
Dalam kitabnya Al-Hats ‘Alaa ittibaa’ As-Sunnah, Syaikh Abdul Muhsin mencela murid beliau yaitu Syaikh Falih Al-Harbi yang telah menimbulkan fitnah tahdzir dan tabdi’. Setelah itu Syaikh Abdul Muhsin menjelaskan bahwa yang ikut serta dalam fitnah ini juga adalah Syaikh RobiAl-Madkholi, Syaikh Ubaid Al-Jabiri, dan Syaikh Ahmad An-Najmi, yang tentunya ketiga syaikh ini merupakan para masyayikhnya saudara-saudara kita jama’ah tahdzir. Syaikh Abdul Muhsin berkata :
وقد شارك التلميذَ الجارح ثلاثةٌ: اثنان في مكة والمدينة، وهما من تلاميذي في الجامعة الإسلامية بالمدينة، أولهما تخرَّج عام (1384 ـ 1385هـ)، والثاني عام (1391 ـ 1392هـ)، وأمَّا الثالث ففي أقصى جنوب البلاد، وقد وصف الثاني والثالث مَن يُوزِّع الرسالةَ بأنَّه مبتدع، وهو تبديع بالجملة والعموم، ولا أدري هل علموا أو لم يعلموا أنَّه وزَّعها علماء وطلبة علم لا يُوصَفون ببدعة
“Dan ada tiga orang yang ikut menyertai murid tukang jarh (maksud beliau Syaikh Falih Harbi-pen). Dua orang di Mekah dan Madinah, dan keduanya termasuk murid-muridku di Al-Jami’ah al-Islaamiyah. Yang pertama lulus pada tahun 1384 H-1385 H (yaitu Syaikh Robi’ al-Madkholi-pen), dan yang kedua lulus tahun 1391 H-1392 H (yaitu Syaikh Ubaid Al-Jabiri-pen). Adapun orang yang ketiga berada di ujung selatan Arab Saudi. Orang yang kedua dan yang ketiga menyatakan bahwa orang yang membagi-bagikan risalahku (Rifqon Ahlas Sunnah…) adalah mubtadi’, dan ini merupakan sikap mentabdi’ secara keseluruhan dan umum. Aku tidak tahu apakah mereka mengetahui atau tidak mengetahui bahwasanya risalahku telah dibagi-bagikan oleh ulama dan para penuntut ilmu yang tidak disifati dengan bid’ah” (dari kitab Al-Hats ‘Alaa ittibaa’ As-Sunnah)
Ini adalah pernyataan yang tegas dari Syaikh Abdul Muhsin bahwasanya Syaikh Robi’ juga ikut serta dalam fitnah tahdzir dan tabdi’ bersama syaikh Falih dan juga Syaikh Ubaid dan Syaikh Ahmad An-Najmi.
Setelah itu Syaikh Abdul Muhsin menuliskan nasehatnya lagi kepada Syaikh Robi’ Al-Madkholi. Berikut ini penggalan-penggalan nasehat Syaikh Abdul Muhsin kepada Syaikh Robi’ :
ومثلي ومثلكم بحاجة إلى الاشتغال بالعلم النافع عن كل ما يترتب عليه فرقة بين أهل السنة
“Yang sepertiku dan sepertimu butuh untuk sibuk dengan ilmu yang bermanfaat dengan meninggalkan semua perkara yang menimbulkan perpecahan Ahlus Sunnah”
سبق أن سمعت منكم قديما كلمة، وهي أنكم انشغلتم عن الاشتغال بالقرآن وتدبر معانيه بالاشتغال بالحديث ورجاله، وأقول: أنتم الآن اشتغلتم عن القرآن والحديث بالكلام في بعض أهل السنة وغيرهم، مما شغلكم عن الاشتغال بعلم الكتاب والسنة، فقل إنتاجكم العلمي في الآونة الأخيرة نتيجة لذلك
“Dulu aku pernah mendengar perkataanmu yaitu bahwasanya engkau tersibukan dengan hadits sehingga meninggalkan kesibukan dengan Al-Qur’an dan mentadaburi maknanya, dan aku berkata : Engkau sekarang meninggalkan al-Qur’an dan hadits Nabi karena sibuk dengan membicarakan sebagian ahlus sunnah dan selain mereka, yang menyebabkan engkau meninggalkan ilmu al-Kitab dan As-Sunnah. Maka sedikitlah produktifitas ilmiyahmu di masa-masa akhir ini akibat dari hal itu.” (Silahkan baca selengkapnya di http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=38983)
Berikut ini saya tampilkan artikel yang telah ditulis oleh Al-Akh Al-Fadil Abul Jauzaa’ yang berjudul “Standar Ganda” (silahkan lihat http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/10/standar-ganda.html#more). Saya berharap tulisan ini bisa merubah pola berfikir sebagian saudara-saudara kita yang tergabung dalam barisan Jama’ah Tahdzir. Al-Akh Abul Jauzaa’ berkata :
1. Kalian katakan semua kesalahan mesti ditolak dan dibantah, siapapun ia, meski ulama besar (terlebih lagi penuntut ilmu). Kalian keluarkan dalil-dalil plus atsar salaf yang mendukungnya. Semua orang yang menurut kalian salah, kalian bantah. Kalian berkata kami harus menerimanya, karena ini bentuk nasihat dan kasih sayang kalian terhadap umat. Namun, ketika ada orang yang mengkritik Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah, kalian marahnya luar biasa. Kalian katakan Asy-Syaikh Rabii’ telah dihina, dicela, dan direndahkan. “Daging ulama beracun !”,kata kalian. [Apakah daging yang beracun itu hanyalah daging Asy-Syaikh Rabii’ saja sedangkan daging ulama lain halal, lezat, lagi mengenyangkan ?]. Kadang caci-maki keluar ringan dari mulut (kotor) kalian.
2. Ketika Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah dan sebagian ulama murid beliau yang ada di belakangnya [Seperti Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jaabiriy, Dr. Muhammad bin Hadiy Al-Madkhaliy, Dr. ‘Abdullah Al-Bukhaariy, Dr. Ahmad Bazmuul, Usaamah Al-‘Utaibiy, dll] mengkritik (dan menuduh/mencela) ulama, kalian tersenyum dan ikut menyebarkannya sebagai bentuk penyebaran ilmu dan penjelasan bagi umat.
Tuduhan/celaan terhadap para masyayikh Ahlus-Sunnah yang dilakukan mereka diantaranya :
a. Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbaad dianggap membela ahlul-bid’ah.
b. Asy-Syaikh Ibnu Jibriin dianggap sebagai Ikhwaniy (punya kecenderungan pada manhaj kelompok Al-Ikhwaanul-Muslimuun).
c. Asy-Syaikh Muhammad bin Mukhtar Asy-Syinqithiy dianggap sejalan dengan hizbiyyiin dan kaum shufiy.
d. Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy dianggap berpemahaman irjaa’, membela ‘aqidah wihdatul-adyaan dan jahmiyyah.
e. Asy-Syaikh Masyhuur bin Hasan Aalus Salmaan dianggap berpemahaman (atau condong pada pemahaman) jahmiyyah dalam masalah shifaat.
f. Asy-Syaikh ‘Abdurrazzaaq bin ‘Abdil-Muhsin Al-‘Abbaad dianggap sebagai orang yang tertipu Ahlul-Bida’.
g. Asy-Syaikh Ibraahiim Ar-Ruhailiy dianggap sebagai orang yang menyimpang.
h. Asy-Syaikh Abu Bakr Al-Jazaairiy dianggap tidak punya ta’shil dalam ilmu syar’iy.
i. Asy-Syaikh ‘Abdul-Kariim Al-Khudlair dianggap sebagai quthbiy malaibaariy.
j. Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Ghunaimaan dianggap berpemikiran takfiriy.
k. Celaannya terhadap Ibnu Baaz sebagaimana terekam dalam dialog antara sang ulama dengan Fariid Al-Malikiy – dan kemudian belakangan diingkari oleh sang ulama (padahal rekaman Fariid Al-Mailikiy masih bisa didengarkan)
l. Dan lain-lain masih banyak. (silahkan baca di sini http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=34428)
Atau, kalian akan memberikan berbagai penakwilan bahwa maksud beliau (Asy-Syaikh Rabii’) demikian dan demikian, sekiranya kalian menilai dhahir perkataan Asy-Syaikh Rabii’ maka akan jelas kekeliruan beliau. Namun ketika ada ulama yang mengkritik Asy-Syaikh Rabii’, kalian sepi. Bahkan tak jarang kalian marah dan menganggap orang yang mengkritik beliau sebagai pihak yang salah.
Barangkali mereka menganggap bahwa pujian Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah kepada diri Asy-Syaikh Rabii’ sebagai pemegang bendera al-jarh wat-ta’diil di masa sekarang, mengandung konsekuensi bagi seluruh yang mengaku salafiyyuun agar menerima perkataan Asy-Syaikh Rabii’ dalam masalah al-jarh wat-ta’diil secara aklamasi. Penghukuman beliau ‘mesti’ betul, tak boleh dikritik. Padahal, yang namanya manusia, siapapun orangnya, pasti dapat salah
3. Kalian katakan dalam majelis-majelis kalian bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama itu biasa, dan kita mesti berlapang dada atas perbedaan yang terjadi di kalangan ulama Ahlus-Sunnah. Namun, ketika terjadi perbedaan pendapat antara Asy-Syaikh Rabii’ (dan sebagian murid-muridnya) dengan ulama lain dalam masalah naqdur-rijaal, hampir selalu (atau selalu ?) yang kalian menangkan pendapatnya Asy-Syaikh Rabii’ bersamaan dengan sikap kalian yang kaku, mau menangnya sendiri, intoleran, dan mengecilkan pendapat yang berseberangan. Pendapat yang berseberangan dengan Asy-Syaikh Rabii’ kalian anggap tidak mu’tabar.
Seperti kasus Ihyaa’ At-Turaats !!. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa para ulama Ahlus-Sunnah berbeda pendapat dalam penyikapan terhadap Ihyaa’ At-Turaats ini. Tapi perselisihan ini dikesankan tidak mu’tabar dan diqiyaskan dengan perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah nikah mut’ah dan musik – sebagaimana perbuatan salah satu oknum ustadz.
Tidak hanya itu….. Lihatlah bagaimana sikap keras mereka dalam menyikapi perbedaan dalam masalah fiqh sekalipun, seperti masalah foto dan video/televisi !!. Seringkali orang yang mengikuti ijtihad ulama lain yang berbeda dengan mereka, dilabeli sebagai orang yang bermudah-mudah/longgar (mutasaahil)
4. Jika ada orang mengkritik Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah, kalian keluarkan berbagai perbendaharaan tazkiyyah para ulama. Namun ketika Asy-Syaikh Rabii’ mengkritik ulama lain, maka tazkiyyah yang ada pada diri ulama yang dikritik Asy-Syaikh Rabii’, kalian dinihilkan. Kalian ‘larang’ orang lain berbuat serupa dengan hal yang kalian lakukan pada diri Asy-Syaikh Rabii’.
5. Jika ada orang yang (kalian anggap) mencela Asy-Syaikh Rabii’, maka kalian sangat agresif lagi cekatan menampilkan fatwa ulama yang membela beliau dari tuduhan itu. Namun, jika Asy-Syaikh Rabii’ mencela seseorang, pembelaan atau klarifikasi dari ulama yang sama (atau berbeda) terhadap orang tersebut tidak kalian tampilkan.
6. Jika ada seorang ulama yang terjatuh dalam satu kekeliruan dan kemudian dikritik dengan keras oleh Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah, kalian ikut menyerukannya, seakan-akan kalian pahlawan pembela sunnah yang sedang diinjak-injak ahlul-bid’ah. Namun ketika Asy-Syaikh Rabii’ jatuh pada kesalahan yang sama, kalian kembali berpantomim. Membisu.
Seperti kasus Asy-Syaikh Abul-Hasan Al-Ma’ribiy yang dituduh telah menghina shahabat, sehingga ternukil di lisan mereka menyamakan beliau dengan Raafidlah. Padahal kedudukan permasalahannya adalah beliau keliru dalam menggunakan ta’bir dan beliau pun kemudian rujuk dari kekeliruannya tersebut. Bahkan, beliau bersumpah bahwa beliau sama sekali tidak bermaksud merendahkan shahabat radliyallaahu ‘anhum. Sebenarnya mereka pun tahu akan hal itu….. Mereka masih saja menyebut-nyebut kekeliruan tersebut hingga sekarang.
Namun, ketika Asy-Syaikh Rabii’ terjatuh dalam kekeliruan yang sama, mereka tiba-tiba menjadi ‘tidak tahu’. Diantaranya beliau – semoga Allah memafkannya – pernah berkata :
كان عبدالله، وأبي بن كعب، وزيد بن ثابت، وابن مسعود، وغيرهم وغير هم، من فقهاء الصحابة وعلمائهم؛ ما يصلحون للسياسة، معاوية ما هو عالم، ويصلح أن يحكم الدنيا كلها، وأثبت جدارته وكفاءته، المغيرة بن شعبة مستعد يلعب بالشعوب على إصبعه دهاءً، ما يدخل في مأزق؛ إلا ويخرج منه، عمرو بن العاص أدهى منه
“’Abdullah, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsaabit, Ibnu Mas’uud, dan yang lainnya termasuk fuqahaa’ dan ulama dari kalangan shahabat. Namun mereka tidak bagus/cakap dalam perpolitikan. Mu’aawiyyah, ia bukan seorang yang ‘aalim namun ia cakap dalam menghukumi urusan dunia keseluruhannya. Dan memang telah tetap kemampuan dan kecakapannya (untuk hal tersebut). Adapun Mughiirah bin Syu’bah, dengan kecerdiakannya telah siap untuk mempermainkan rakyat dengan jarinya. Tidaklah ia masuk dalam kesempitan, melainkan ia dapat keluar darinya. Namun ‘Amru bin Al-‘Aash lebih cerdik darinya…” [dari kaset beliau yang berjudul : ‘Al-‘Ilm wad-Difaa’ ‘an Asy-Syaikh Jamiil, side B – melalui perantaraan kitab Ad-Difaa’ ‘an Ahlil-Ittibaa’ karya Asy-Syaikh Abul-Hasan].
خالد يصلح للقيادة، ما يصلح للسياسة، وأحيانًا يلخبط
“Khaalid (bin Al-Waliid) cocok memegang kepemimpinan, namun tidak cocok dalam masalah perpolitikan. Kadang-kadang ia berbuat serampangan” [idem, side A].
Dan lainnya…..
Mereka tak pernah menyinggungnya. Kepekaan mereka akan kesalahan orang tak berlaku dalam kasus ini
7. Jika ada seseorang yang menjadi seteru Asy-Syaikh Rabii’ terjatuh dalam satu kekeliruan dan kemudian dikritik oleh ulama lain, kalian gembira, kalian sebarkan, seakan-akan menjadi penguat apa yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Rabii’ terhadap orang tersebut. Namun ketika Asy-Syaikh Rabii’ jatuh pada kekeliruan yang sama dan ‘kebetulan’ juga dikritik oleh ulama yang sama (atau berbeda), kalian diamkan.
Ini seperti perbuatan aneh mereka dalam kasus tuduhan irjaa’ kepada Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy. Mereka membawakan perkataan Asy-Syaikh Al-Ghudayaan yang mentahdzir Asy-Syaikh ‘Aliy, namun menyembunyikan tahdzir dalam masalah yang sama (irjaa’) dari Asy-Syaikh Al-Ghudayaan terhadap Asy-Syaikh Rabii’.
Baca artikel ini (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/10/surat-singkat-undocumented.html) dan (http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/04/berdusta-atas-nama-as-syaikh-al.html)
8. Kalian sangat teliti dan bahkan terkesan berusaha mencari-cari kekeliruan ulama yang berselisih paham dengan Asy-Syaikh Rabii’. Kesalahan yang sifatnya manusiawi menjadi sangat berharga di mata kalian untuk kalian jadikan bahan kritikan. Namun, usaha itu sama sekali tidak pernah kalian arahkan pada diri Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullah. Apakah mencari-cari kesalahan itu haram untuk Asy-Syaikh Rabii’, namun boleh untuk selain beliau ?.
Saya pernah membaca satu artikel yang khusus membahas kesalahan gramatikal (bahasa Arab) dalam perkataan-perkataan Asy-Syaikh Usaamah Al-Quushiy, yang dibuat oleh orang yang ‘sangat mencintai’ Asy-Syaikh Rabii’. Kesalahan seperti ini sebenarnya jarang terucap pada diri Asy-Syaikh Usaamah. Namun karena majelis dan perkataan beliau itu banyak (sebagaimana ulama lainnya), hasil kumpulan kesalahan itu pun terkesan banyak (karena memang dicari). Namun,…. ketika ada orang yang melakukan hal yang sama pada diri Asy-Syaikh Rabii’ dalam hal kekeliruan beliau dalam pengucapan ayat Al-Qur’an (baca di sini atau di sini), mereka diam dan memberikan udzur bahwa kekeliruan itu adalah manusiawi.
Apakah kekeliruan manusiawi ini hanya menjadi milik Asy-Syaikh Rabii’, tidak bagi yang lain ?.
Tulisan ini hanyalah merupakan keprihatinan saya terhadap sebagian saudara-saudara saya yang mengaku bermanhaj salaf, namun punya kefanatikan luar biasa (maaf) pada Asy-Syaikh Rabii’ hafidhahullahu ta’ala. Jika Anda tidak merasa, tak perlu marah….
Wallaahul-musta’aan.